Judulnya lebay yaa, tapi begitulah yang saya rasakan tadi siang (bahkan sampai sekarang rasa kesalnya masih belum hilang) saat diberitahu suami bahwa tetangga yang bekerja membersihkan kintal kami (sebut saja Mr. X) meminta tambahan upah hampir 2 kali lipat dari yang saya berikan kemarin sore.
Sebenarnya saya tidak akan sekecewa ini bila sejak awal si Mr. X ini memberitahu berapa upah yang harus kami bayar atas tenaga yang dia keluarkan untuk menebang beberapa pohon jambu mete yang ada di lahan yang hendak kami bangun rumah di atasnya. Tapi yang terjadi adalah dia hanya diam saja ketika menerima upah yang saya berikan dan baru meminta tambahan upah tadi siang sembari berkata tidak akan membersihkan dahan pohonnya bila upahnya tidak dilunasi. Lah yang saya kasih kemarin itu apaaaa? Huhuhu, bikin emosi deh.
 |
saya memanggil mereka: Trio kwek-kwek, hehehe |
Bulan Oktober 2015 kucing peliharaan kami yang tinggal di rumah mama ditemukan mati. Sepertinya ia mati akibat makan racun, karena mulutnya berbusa saat jasatnya ditemukan. Saat dikabari mama perihal kepergian Dandy (nama kucing itu), saya dan adik-adik sangat sedih. Butuh waktu lama bagi kami untuk melupakan kesedihan itu. Saking sedihnya, mama ogah untuk memelihara kucing lagi. Kucing hanya membawa kesedihan ketika mereka meninggalkan kita, kata mama.
Ya, Dandy bukanlah satu-satunya kucing yang kami pelihara. Sebelumnya sudah ada beberapa ekor, tapi semuanya berakhir sama, mati setelah menorehkan banyak kenangan manis kepada kami, tuan-tuannya. Entah mengapa, kucing jantan memang tak pernah berjodoh dengan kami. Setiap menginjak usia remaja, biasanya mereka mati. Hanya Dandy yang usianya mencapai 5 tahun, sebelum-sebelumnya paling lama hanya berusia 1.5 tahun saja.
 |
pic source: pixabay.com |
Beberapa bulan lalu, anak saya punya kebiasaan yang bikin mamanya (alias saya sendiri) pusing dan cukup stress. Kebiasaan apakah gerangan? Yaitu kebiasaannya mandi di laut. Hampir tiap minggu, tak peduli apakah air sedang pasang atau surut, cuaca sedang hujan atau terik, mamanya sedang mood atau tidak, bila keinginan mandi di laut itu datang, maka saya harus siap mengantarnya saat itu juga tak peduli apakah sedang pagi, siang saat matahari sedang lucu-lucunya ataupun saat sore hari. Kalau dia sudah mau, maka saya wajib menurutinya. Keinginannya itu seperti titah yang tak boleh ditolak, ckckck :(
Beruntunglah rumah kami hanya sepelemparan batu dari pantai jadi kami hanya berjalan kaki kurang lebih 3 menit saja, keinginan si anak lanang sudah bisa terpenuhi. Tak terbayangkan rempongnya bila rumah kami jauh dari laut, pasti banyak hal yang mesti kami siapkan sebelum menuju pantai. Dan untungnya, kebiasaan itu hanya bertahan sekitar dua bulan saja. Alhamdulillah, saat ini kebiasaan itu sudah berganti dengan kebiasaan lain yaitu mandi di kolam yang kami belikan beberapa tahun lalu.
Tulisan pertama di tahun 2019 ini dibuka dengan berita kurang menyenangkan yang kami alami tadi malam. Yap, seperti judul, rumah kami kebanjiran, huhuhu :(
Jujur aja, selama beberapa tahun tinggal di kota ini dan beberapa kali pindah rumah, baru di rumah ini saya mengalami kejadian tragis (maaf pemilihan katanya terkesan lebay, tapi begitulah yang saya rasakan) yang bernama BANJIR ini. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa saya akan merasakan apa yang dirasakan oleh teman-teman di Jakarta yang setiap musim penghujan selalu berhadapan dengan banjir.